Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘a perfect world’ Category

Ketika mengambil licence diving tahun 2002, samasekali tidak pernah terlintas di benak saya bahwa saya akan mendapatkan pengalaman diving yang sangat berharga pada tahun 2009 ini. Terimakasih Tuhan, kesempatan yang diberikan sungguh luar biasa. Truly Amazing!

Hari I pemecahan rekor selam terbanyak

Blup…blup…blup …. Ketika 2000 lebih orang sama sama mengempiskan BCD (jaket selam – buoyancy control device) dan mengayunkan fins (kaki katak untuk selam) ramai – ramai menuju dasar laut pantai Malalayang Manado, hanya suara itu yang terdengar ..kami disatukan oleh semangat untuk memecahkan rekor dunia, penyelaman massal terbanyak … hati saya berdebar – debar …walaupun sudah gladi bersih dengan lancar sehari sebelumnya (15 agustus 2009), tapi kedalaman 18m membuat saya keder juga karena di bawah laut banyak hal yang bisa terjadi. Alat – alat yang saya gunakan, belt pemberat, fins, masker, BCD + regulator dan tabung oksigen sudah kami periksa keamanannya sehingga hati pun tenang. Tangan kiri mengacung ke atas memegang katup inflator/deflator, dengan perlahan saya mengempiskan jaket, tubuh pun terbenam perlahan lahan kebawah dipeluk dinginnya air laut. Di permukaan panas, tapi dibawah suhu air turun, dari hangat semakin dalam semakin dingin, karena saya masuk agak terakhir, saya hamper tidak bisa melihat dasar laut karena penuh dengan gelembung napas ratusan orang yang naik ke atas dan memecah. Indah juga …
Perlahan saya melayang turun sambil berpegangan pada tali yang menjadi penanda lokasi kami harus berbaris di dasar laut.
Kami, 2465 orang divers pada hari itu dibagi menjadi 54 grup, saya dan teman – teman dari Newmont masuk di grup FF bersama grup Lantamal. Wah kita dianggap sudah se-ahli Lantamal, hehe. Teman – teman saya yang ikut dari Newmont hampir semuanya pernah di dept. Environmental sehingga jauh lebih berpengalaman dari saya. Kayaknya saya deh yang paling miskin pengalaman diving karena terakhir saya menyelam tahun 2004, karena kesibukan saya tidak sempat lagi diving. Untunglah satu minggu sebelum acara kami latihan intensif sehingga saya merasa disegarkan kembali dengan alat2 selam.
Melayang turun selama sekitar 3 menit ke dasar, saya tetap melakukan equalizing (pencet hidung dan keluarkan udara dari telinga) untuk beradaptasi dengan kedalaman, sambil melirik gauge saya dan melihat jarum bergerak naik dari 3m ke 5m,ke 10m, makin dalam dan dalam dan berhenti di 15m ketika mencapai dasar. Saya pun duduk bersimpuh di sebelah rekan satu tim. Perasaan saya nyaman karena semua alat berfungsi dengan baik, masker pun terang karena sudah dicuci dengan pepsodent, hehe karena cairan anti fogging habis, tak ada rotan akar pun jadi.

Visibility tidak terlalu cerah, maklum, dasar laut berpasir sehingga ketika ada ribuan orang mengacak- acak, pasir langsung agak naik. Namun dengan jelas saya melihat puluhan penyelam dengan tabungnya di depan saya yang diam membeku dengan khidmat. Ketika hendak turun tadi sudah ada 2 orang yang tidak bisa gabung karena tangki bocor dan ada juga yang pingsan. Dalam hati saya berharap dan berdoa semoga semua yang sudah berbaris rapi di dasar laut ini tidak ada lagi yang bermasalah.
Dibagi dalam 3 saf, berbanjar memanjang, kami mendapat barisan tengah di kedalaman sekitar 15 – 18m. shaf ketiga ditempati diving centers dan polri di kedalaman sekitar 18 – 25m. shaf paling depan sekitar 12-15m. tapi yang paling enak adalah shaf para tamu vip yang masih dikedalaman 5 – 10m dimana air masih agak hangat.

Saya menggigil, sebagian karena dingin, sebagian lagi karena perasaan yang bungah, turut berada di momen penting, langka dan akbar ini, duduk di dasar laut bersama ribuan orang, menunggu detik detik rekor pecah. Rekor sebelumnya di Inggris dengan sekitar 900 penyelam.
Saya cinta Indonesia, momen pemecahan rekor ini dianggap bisa mengangkat nama Indonesia di mata dunia, keheningan di dasar laut ini membuat saya terharu dan agak hanyut.
Di depan saya beberapa orang foto – foto, saya ngobrol sebentar dengan teman disamping untuk menghilangkan kejenuhan, dengan memakai bahasa isyarat, saya bilang saya merasa air agak dingin dan dia setuju tapi tenang saja katanya, sudah hampir 20 menit. Kita akan berada di dasar laut ini selama 30 menit. Dada saya tenang dan telinga dan hidung juga baik – baik saja… itu yang paling penting kalau menyelam. Di depan saya melintas seekor ikan kecil coklat bergaris putih, mugkin dia heran mengapa ada banyak mahluk besar dan ribut (suara gelembung kita nyaring sekali di keheningan dasar laut ini) yang mengganggu sarangnya .
Saya melihat kanan kiri, depan dan belakang, melihat ratusan penyelam di sekitar saya yang duduk dengan tenang, sesekali melihat jam atau melihat gauge, saya merasa terharu berada bersama mereka, tekad yang menyatukan kita semua.
Sesudah setengah jam lebih, komandan regu depan mengangkat jempol, isyarat untuk naik. Ratusan orang yang mengayunkan fins segera membuat air keruh, kami masih belum beranjak dulu selama beberapa menit agar kepala tidak kena fins orang lain atau bertabrakan dengan tabung, maklum, ribuan orang yang ascending bersamaan bisa saja bertabrakan.
Kami kemudian perlahan memberikan isyarat untuk saatnya menuju permukaan. Saya berdiri dan mengembangkan jaket, segera tubuh terangkat naik. Fins saya ayunkan perlahan, di sekitar saya ratusan orang sedang bergerak naik, sungguh pemandangan luar biasa. Di kedalaman 9 meter, kami berhenti sekitar 5 menit untuk menyesuaikan tekanan tubuh dan air laut agar tidak mengalami dekompresi, hal yang membahayakan bagi penyelam. Di belakang lokasi penyelaman ada kapal rumah sakit milik TNI AL yang sudah siap sedia dengan peralatan canggih dan puluhan perahu karet dengan personil lengkap pun berjaga dan patroli di permukaan sehingga sangat aman. Begitu maksimal upaya yang dilakukan TNI terutama AL untuk iven megah Sail Bunaken ini. Saya bangga dengan Navy kita.

Begitu sampai di permukaan, Luciana, wakil dari Guiness World of Record mengumumkan bahwa tercatat ada 2,465 penyelam yang berpartisipasi. Rekor pecah! Indonesia Jaya! Salut Sulut! Kami bersorak sorai meneriakkan merdeka berulang –ulang !!! Momen yang sungguh tidak akan pernah terlupakan …

Hari II pemecahan rekor dunia – upacara bendera di bawah laut.
____________________________________________________
Tanggal 17 Agustus 2009, kembali ribuan orang menyemut sepanjang pantai Malalayang Manado untuk menyaksikan pengibaran bendera di bawah laut. Kami yang sudah di lokasi sejak jam 8 pagi memeriksa alat2 selam, kesiapan dan keamanannya. Meskipun kemarin tenaga sudah terkuras, tapi hari ini semuanya tetap bersemangat. Saya yang gampang sekali flu ternyata hari ini tetap merasa fit. Syukurlah …
Semakin mendekati momen upacara bendera suasana semakin ramai. Kami tetap berada di pos grup FF. Orang – orang lalu lalang mengangkat peralatan selam, semuanya bersemangat dan ceria. Tidak sedikit para penonton masyarakat umum yang juga menonton kami, aneh rasanya jadi tontonan, saya sudah mengenakan pakaian selam tapi masih dilapis kaos. Panas sekali, tapi lumayan seperti berada di sauna
Menjelang pukul 09 pagi, para undangan vip tiba. Dijadwalkan upacara berlangsung sekitar pukul 10.00 wita pagi. Terdengar pengumuman untuk meregistrasi dan mempersiapkan alat. Sebelum menyelam kami diminta mengisi absen dan juga sesudah menyelam kembali akan harus mengisinya karena akan dihitung.
Wakasal menyampaikan sambutan yang berapi – api dan penuh semangat dalam dua bahasa Indonesia dan Inggris..diakhiri pekikan Merdeka!! Yang segera disambut dengan teriakan Merdeka!! pula. Seusai itu Wakasal mempimpin doa bersama.
”Gear Up!!!” pengumuman kencang terdengar. Danru kami,segera meneriakkan aba – aba untuk mempersiapkan alat. Saya mengambil boot selam dan memakainya, ambil masker dan mengalungkan di leher, ambil belt pemberat (punya saya 8 kg!) dan memasangnya di pinggang kemudian mengambil fins dan mengempitnya.
Dua orang teman mengangkat BCD yang sudah diikatkan ke tangki oksigen dan memasangnya ke punggung saya. Huuuufffttt berattt sekali ! Saya tidak mampu berdiri tegak, biasanya saya diving dari kapal jadi tinggal loncat saja. Entry lewat pantai ini baru pertamakali saya lakukan.
Saya kagum melihat para pasukan katak, marinir, lantamal, TNI, semuanya tegap memanggul beban puluhan kilo itu dan masih sempat menyanyi pula. Luar biasa….padahal punggung saya rasanya mau patah …
Tertatih – tatih kami berjalan menuruni tangga ke pinggiran pantai. Pantainya berbatu-batu licin dan agak menjorok sehingga kami harus berjalan agak jauh, tidak sedikit yang terpeleset dan segera menjadi obyek foto dan video.
Begitu sampai di air dan mengapung beban segera menjadi ringan dan badan terasa segar habis terjemur berjam – jam di pinggiran jalan tadi.
Saya melihat teman – teman juga sudah berada di air, segera kami berenang turtle back bersama ratusan yang lain dalam kelompok – kelompok kecil menuju lokasi penyelaman yang sudah ditandai dan dipagari kapal TNI AL.
Memeluk pelampung yang menjadi penanda grup FF, grup kami, saya terayun2 ombak sebentar menyaksikan kelompok yang lain yang juga sedang mengatur diri. Air jernih dan biru, saya pasang masker dan mengintip ke dalam, samar – samar kelihatan dasar laut yang sudah diberi penanda tali kuning yang membentuk kotak – kotak tempat para penyelam nanti akan menempatkan diri untuk mengikuti jalannya upacara. Hati saya berdebar, gembira dan bangga dan berdoa semoga segala sesuatu berjalan lancar dan aman. Satu orang di grup EE terpaksa diangkut ke perahu karet tim SAR, mungkin karena sudah kepanasan dia pingsan. Untuk mengisi waktu menunggu kelompok 3 berenang ke arah lokasi kami, tanpa dikomando beberapa orang mulai menyanyikan lagu – lagu perjuangan yang segera diikuti koor lautan penyelam. Luar biasa dan indah, saya terharu sekali, 2 bulir air mata menggenang…kami cinta Indonesia, kalian boleh hancurkan dengan korupsi, teroris, bom, tapi Indonesia akan tetap tegak berdiri sampai kapanpun …

Bendera hijau diacungkan berarti belum semua penyelam berada di posisi. Beberapa menit kemudian bendera kuning di perahu karet itu menggantikan hijau, kami harus siap – siap. Saya pasang masker, mengecek regulator dan jaket saya, semuanya ok. Bendera merah teracung, dari panggung utama terdengar teriakan ”Are you readyyyy ????” kami balas dengan berteriak membangkitkan semangat ”Yesssss!!!!””
Danru kami segera meneriakkan aba – aba untuk menyelam. Saya kempiskan jaket, memegang tali dan meluncur turun…. turun… dan turun…. sampai lutut saya menjejak pasir laut di kedalaman 16m. Saya mendongak, masih puluhan orang sedang melayang kebawah. Ada yang kepala duluan, ada yang kaki duluan, tabung berbagai warna, hijau perak,kuning, merah melintas dimana – mana ketika masing – masing mencari grupnya dan mengatur diri dalam barisan.
Saya melakukan equalizing, melakukan mask clearing dan memeriksa gauge saya, semuanya ok. Napas saya normal dan dada saya nyaman, ok, saya pun duduk bersimpuh, lutut menjejak dasar pandangan ke depan dan tangan memeluk dada agar stabil. Air tidak terlalu dingin mungkin karena sudah agak siang, matahari pun masih mencapai dasar. Saya melihat lagi ikan coklat yang kemarin dan beberapa bintang laut di pasir. Lautan tabung di depan saya seperti tiang pancang tegak di dasar laut. Kali ini suasana lebih serius karena kita akan mengikuti upacara dan dilarang foto – foto atau jalan – jalan sebelum upacara selesai.
Upacara pun dimulai. Susunannya adalah sebagai berikut: komandan tiap regu melapor kepada inspektur upacara. Pengibaran bendera dimulai, lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Selesai itu Irup akan membacakan teks proklamasi dibawah air (Irup memakai tabung selam dan bukan masker supaya bisa bicara di dalam air dan suaranya akan kedengaran sampai di panggung kehormatan). Saya membayangkan Ayah ibu, dan keluarga saya yang sedang menonton di rumah, saya ingin mereka bangga, walau saya hanya satu diantara sekian ribu orang, tapi saya ingin mereka tahu saya ada disana.
Selesai teks proklamasi kemudian mengheningkan cipta dengan diiringi lagu. Kami tentu tidak bisa melihat seluruh prosesinya karena kami di bagian belakang. Tapi lagu Indonesia Raya bisa didengar di dalam air karena digunakan speaker di bawah laut. Sayup – sayup saya mendengar lagu Indonesia Raya, saya menahan napas sejenak agar lebih kedengaran, merinding mendengarnya di kedalaman ini, terharu sekali….
Kami memberi hormat pada sang Saka Merah Putih yang sedang dinaikkan, warna merah menjadi coklat tua di dalam air. Suasana begitu khidmat dan hening… hanya suara gelembung dan lagu Indonesia Raya yang terdengar …
Begitu seluruh prosesi selesai dan para Danru mengangkat jempol yang tandanya sudah bisa naik ke permukaan, suasana langsung berubah menjadi eforia. Kamera2 segera dipasang, spanduk2 segera dibentangkan. Semuanya larut dalam sukacita karena telah berhasil … kamipun tak ketinggalan foto – foto …. saking asyiknya sampai danru harus mengingatkan semuanya agar segera naik, karena mengingat acara hari ini lebih panjang dan lama sehingga isi tabung juga tinggal setengah. Saya melirik gauge saya, kedalaman 14m, isi tabung tinggal 100 bar, ah masih banyak , batin saya. Kami masih saling berjabatan tangan dengan penyelam – penyelam lain, foto – foto dan tertawa. Beberapa membuka masker dan regulatornya supaya wajah lebih kelihatan di dalam foto….kamipun naik perlahan, masih dibalut rasa gembira dengan suksesnya momen tadi. Berhenti sebentar di 9 m dan kemudian meluncur ke atas. Sampai di permukaan suasana sangat ramai, orang – orang berteriak melampiaskan kegembiran, berpelukan, berjabatan tangan, menyanyi – nyanyi, sungguh suasana yang luar biasa. Para TNI AL yang berada di perahu karet mendekat menjabat tangan para penyelam, mengucapkan terimakasih.
Perlahan kami berenang kembali menuju pantai untuk mendengarkan pengumuman Rekor Dunia dari pihak Guiness world of record. Wakil GWR mengumumkan, tercatat 2486 penyelam yang telah berpartisipasi hari ini, malah lebih banyak dari kemarin. Fantastik!
Sungguh, pengalaman sangat berharga bagi saya untuk bisa ikut disini di iven ini. Diperkirakan rekor ini sulit untuk dipecahkan sampai 10 tahun ke depan. Namun Freddy Numberi, Menteri Kelautan mengumumkan mungkin tahun depan akan dicoba mencapai 3,000 penyelam.

Dirgahayu Indonesiaku, kami cinta padamu!

Read Full Post »

The Rich Say Thanks

[Sebetulnya] aku suka bangun pagi. Aku senang menikmati pagi dengan tenang, membaca sambil sarapan dan kadang beli koran, kadang main dengan anak tetangga atau minum jamu, kalo keburu mencegat mbok nya yang selalu lewat pagi2 sekali. Tapi belakangan ini pagi-ku terganggu sekali. Karena, begitu jarum jam menunjukkan pukul 06.30, menggema lah full sound-system dari belakang rumah, menyiarkan lagu-lagu dangdutan ke seantero jagat raya lingkungan kami.  

Sebetulnya ini biasa saja, orang muter lagu pagi2, tapi alamak, kenapa harus pagi-pagi sekali sih ? dan lagunya, kenapa dangdut yang begini ? sebetulnya aku juga suka dangdut, tapi, kenapa harus versi yang INI ? Syair lagunya nih ya, betul – betul “….” (duh, gak menemukan istilah yang pas!), misalnya di salah satu lagu, menceritakan tentang janda yang kedinginan tengah malam, dan pahlawan kita ini, sang pedangdut harus membawa pisang masuk kamar sang janda, mematikan lampu dan pisang-nya pun disergap. Ouch, itu anak – anak kecil apa nggak terkontaminasi isi otaknya dengan lirik lagu begini ? siapa sih penciptanya ??? kemudian ada lagu yang mengisahkan tokoh utama kita yang menjual anak nya dan kemudian menyesali, dan di lagu itu ada ‘kali 5 menit si anak yang udah dijual menangis menggerung2, benar2 bikin tuli. Di lagu goyang geboy, penyanyinya mengajak mang dadang, kang Oon, kang Asep dan akang -akang, dan seluruh mamang- mamang untuk berjoget muter2 sampe keluar keringat. Benar-benar syair yang tidak membangun, gw jadi rindu bang Thoyib, sumpah!

Sebetulnya ga ada masalah dengan dangdut, dan ga ada masalah dengan iramanya, tapi kenapa syairnya harus yang seperti diatas ya ? aku senang Ira Swara, Dewi Perssik bahkan Ellya Khadam, tapi syair2 diatas bener2 bikin rusak kuping dan otak. Buat para pencipta lagu dangdut, tolong dong ciptakan lagu yang memberi semangat dan membuat orang ingin merubah diri dan mencari kehidupan lebih baik, bukannya malah menangis termehek2 gara2 suami selingkuh atau utang belum terbayar atau istri enggan pulang.

Lagu dangdut, entah kenapa (ada yang tau nggak, kenapa?) seakan dekat dengan komunitas pinggiran, kaum miskin kota atau desa yang untuk makan pun masih harus berjuang, mereka yang kemudian banyak terjebak di judi, pelacuran atau utang. Gak, gw gak menghakimi atau menilai [siapa pula gw ini?] tapi gw hanya merasa ada sesuatu yang harus dirubah dari orang-orang yang ‘miskin’ atau ‘merasa’ miskin secara ekonomi dan struktural. Dan lagu – lagu berirama cengeng dan lirik ‘semiporno’ atau sadis seperti itu tidak membantu.

Kaum kaya akan mengucapkan terimakasih pada kaum miskin yang tetap terlena dengan kemiskinannya dan menghibur diri dengan lagu-lagu dangdut yang memanjakan nasib yang ‘harus’ ia terima, walaupun sebetulnya bisa dia ubah. Aku baru membaca tulisan yang berjudul “The Rich say Thanks’ di satu milis, yang intinya menerangkan betapa kaum kaya akan semakin kaya ketika kaum ‘miskin’ tidak berusaha keluar dari jeratan kemiskinan dan membuat si kaya bertengger permanen di kelasnya yang nyaman. Jika kita menerima begitu saja nasib kita, memanjakan diri dengan lagu2 pembenaran atas kemiskinan dan tidak berusaha berjuang, maka tulisan itu pun benar adanya.

the poor will ask God, “WHY”

and the rich will replied,”WHY NOT?”

‘P’

Read Full Post »

Gelombang memukul-mukul pantai
Aku melihat alam mengasyikkan
serta mendengar suara menggema
Cahaya surya berkilau-kilauan
Aku mencari kulit-kulit kerang,
gigi ikan, siput, kerang besar
Duduk di pinggir sesudah lelah,
lalu membuat benteng dari pasir
Air laut bergelombang biru
Meskipun penat tetapi senang
Langit meletuskan warnawarni
mentari terbenam amat terang
Hari berakhir sangat riang

(sumar sastrowardoyo)

Syair – atau puisi? atau sajak? – diatas dari pak sumar -salah satu teman baru ku yang baik sekali dari pulau panjang, NY …. saya minta ijin beliau untuk posting ini di blog karena syair ini mengingatkan saya akan masa kecil yang riang.

Saya menghabiskan masa kecil di sangir, pulau kecil di ujung sulawesi utara. di tahun 80-an, pulau ini masih sangat pristine dan sejuk, dimana sungai dan kali mengalir jernih, dan kau temukan kerang – kerang dan kepiting di pantainya. anak- anak berlari riang dibawah matahari dan bermain lompat tali sampai capek. pulang sekolah saya akan memanjat pohon ceri dan memakan buah ceri merah dan hijau sampai sakit perut atau sampai terdengar panggilan ibu. tapi, paling sering saya akan ke pantai di pelabuhan, jalan lewat rawa – rawa untuk melihat ombak dan kapal ikan. mengumpulkan kerang – kerang yang kemudian dilepaskan lagi. pulangnya, kaki saya akan penuh biang gatal dan dimarahi ibu. tapi saya tak pernah kapok, dan selalu kembali dan kembali kesana lagi. masa kecil yang indah ternyata harta berharga yang tak bisa terganti atau terlupa.

P

Read Full Post »

contangius

Sahabat …

Ada 3 kelakuan manusia yang kutahu sangat menular di dunia ini … menangis, tertawa dan menguap. Kamu tidak mengantuk dan tidak sedang merasa lucu. Dirimu sedih … dan airmata itu menular. Aku tidak keberatan kau tulari … aku tidak bisa berjanji membuatmu kuat atau membuat tangismu tidak menular lagi….barangkali aku tidak akan kuat dan tidak akan bisa membuat airmatamu berhenti… tapi aku tidak akan kemana – mana, aku akan ada disini untuk kau tulari kesedihanmu …

on the other tought, bagaimana kalau kita cari ‘second opinion’ dari dokter yang lain ?

P

Read Full Post »

Autis

Minggu kemarin, saya barusaja memperbaharui diri saya di dunia maya.

Artinya, mengupload foto foto, menulis blog, membuat review buku nggakpenting dan film nggakpenting di multiply. Artinya, memperbaharui buku-buku bacaan yang sudah dan akan dibaca di goodreads. Artinya, membuka facebook dan menjawab posting disana, memperbaharui profil dan ngobrol dengan teman lama. Artinya, (berusaha) menulis artikel baru di wordpress.

Ohya, harus juga dihitung usaha saya untuk blogwalking, menjelajah blogosphere untuk say hi  pada teman – teman saya, dekat maupun tidak, menambah kenalan baru, meninggalkan komen2 nggakpenting disana – sini dan membaca postingan2 baru yang menarik.

Semua aktivitas diatas membuat saya autis selama [hampir] 6 (enam) jam !!! Bagi saya, 6 jam bisa berarti membaca dua buah buku yang bagus, main bulutangkis di kompleks depan atau jalankaki mencari keringat. 6 jam juga bisa berarti menyelesaikan pekerjaan, membereskan lemari buku dan meja belajar saya yang sudah seperti kapal pecah, atau menelpon orangtua. Atau, jadwal nonton film dengan teman saya yang sudah tertunda beberapakali.

Begitu banyak waktu yang mesti ‘dikorbankan’ untuk bersosialisasi di dunia maya. Pertanyaan saya, bagaimana dengan dunia nyata ? mungkin perlu waktu lebih sedikit tapi hasil yang jauh lebih nyata dan kelihatan. Senangnya sahabat saya, orangtua saya dan saya sendiri dan mungkin lingkungan saya. Namun, saya toh memilih autis. Ada apa dengan saya ? atau kita semua ? (hahaha, elu aja kali, gw sih kagak! kata lo sebel 🙂

P

 

Read Full Post »

Topik ini pasti sudah sering ditulis. Being a girl and single … hm, whats the upside, whats the downside?

Upside:

Bangun siang di hari sabtu … dan minggu … horeee

Flirting kanan kiri …ehm

Financial freedom, mau beli buku berapa karung juga bisa 🙂

Hm apalagi ya ?

Downside:

Datang ke pertemuan keluarga dan ditanya, “kapan ?”

Datang ke pesta perkawinan dan ditanya,”kapan?”

Keluarga datang berkunjung dan ditanya,”kapan?”

Ketemu teman lama dan ditanya,”kapan?”

Geez, I am so sick of that number one question! Anyhu, everybody have the rights to ask us – single girl – that one and only thing, “When and with who?”

Are we, single girl, a good object for a mockery of unable to rushing to the aisle dragging a man with us ? Is it possible to answer all those question with -just- a smile ? or merely a simple nod ? Are, forever in a sin for not married – yet ?

Dan jangan kira pertanyaan itu akan berhenti disitu saja, karena sesudah menikah, pertanyaan berikutnya tetap “kapan ?” tentu maksudnya, kapan punya momongan, dan sesudah punya momongan maka pertanyaan berikutnya pun tetap “kapan?” tentu maksudnya kapan menambah adik ?

don’t we love our society?

P

Read Full Post »